Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Film Jakarta vs Everybody, Merawat Mimpi Merantau ke Ibu Kota Artikel ini telah tayang di JPNN.com dengan judul "Film Jakarta vs Everybody, Merawat Mimpi Merantau ke Ibu Kota", https://sultra.jpnn.com/sultra-terkini/631/jakarta-vs-everybody-merawat-mimpi-merantau-di-ibu-kota

 


sultra.jpnn.com, JAKARTA - Film Jakarta vs Everybody menggambarkan dinamika sosial ibu kota Jakarta. Berisi dialog dan umpatan kasarnya sangat kental. Hingga memunculkan adegan ranjang antara seorang berondong, Dom (Jefri Nichol) dan Pinkan (Wulan Guritno).

Pergerakan kamera hingga iringan musik dalam film Jakarta Vs Everybody hingga pilihan bahasa-bahasanya ditampilkan dekat dengan realitas. Walau begitu, "Jakarta vs Everybody" barangkali masih bisa bergerak lebih menantang seandainya kompleksitas penokohan Dom dieksplorasi dengan intens

Namanya Dom (Jefri Nichol). Asalnya dari Padang. Ia sudah lama menetap di Jakarta. Ketika orang-orang bertanya soal pekerjaannya, dengan tenang dan serius ia menjawab: "Aktor." Pinkan (Wulan Guritno), perempuan yang baru ia temui di minimarket, menimpali jawaban itu dengan nada tidak percaya. Ratih (Jajang C. Noer), seorang ibu yang menyewakan kamar di rumah rusun, tertawa saat mendengar pengakuan Dom

Kecuali Khansa (Dea Panendra), mbak-mbak pengguna narkoba yang ia jumpai di gerbong kereta, merespon Dom dengan gestur santai, seolah tak peduli pada ucapan laki-laki itu yang berada di ambang omong kosong dan kesungguhan. 

Tetapi begitulah di Jakarta–siapa pun berhak bermimpi. Percakapan sederhana seperti itu tampaknya disempilkan sutradara Ertanto Robby Soediskam dalam film "Jakarta vs Everybody" untuk menunjukkan betapa jamak kota metropolitan memupuk pemimpi yang datang sambil bertaruh

Dom sudah mengerahkan cara agar mimpi menjadi seorang aktor bisa terwujud, tetapi kenyataan berkata lain.

Ketika bertemu dengan pasangan sekaligus partner bandar narkoba Pinkan dan Radit (Ganindra Bimo), pilihan untuk menjadi kurir narkoba tampak lebih realistis bagi Dom yang tengah dilanda kesulitan hidup. Tema sentral mengenai kerasnya wajah ibukota, lengkap dengan aneka mimpi dan sisi gelap yang menyertai, bak jemu dibicarakan dalam pelbagai karya. 

Pada saat yang bersamaan, Jakarta sebagai latar tak ubahnya kanvas yang tidak pernah rampung disapu kuas. Lantas yang menjadi pertanyaan, bagaimana "Jakarta vs Everybody" meramu tema klasik agar menjadi suguhan yang istimewa. Film ini boleh dikatakan jujur membentangkan sebagian kecil dari dinamika sosial ibu kota. 

Dialog dengan umpatan kasar hingga adegan-adegan ranjang, pergerakan kamera hingga iringan musik, semua bahasa-bahasa itu ditampilkan dekat dengan realitas. Walau begitu, "Jakarta vs Everybody" barangkali masih bisa bergerak lebih menantang seandainya kompleksitas penokohan Dom dieksplorasi dengan intens.