Bripka RR dan Bharada E Bongkar Semua Skenario Ferdy Sambo, Sang Jenderal Punya Masalah Kejiwaan
Bripka RR dan Bharada E merupakan tersangka kasus Brigadir J.
Bripka RR dan Bharada E adalah ajudan Ferdy Sambo.
Kini Bripka RR dan Bharada E tak lagi mengikuti skenario yang dibuat Ferdy Sambo dalam kasus Brigadir J.
Bripka RR dan Bharada E akhirnya bongkar semua skenario kejahatan Ferdy Sambo.
Hingga kini disebutkan bahwa Ferdy Sambo punya masalah kejiawaan hingga tega membunuh Brigadir J.
Bripka RR dan Bharada E Bongkar Skenario Ferdy Sambo
Bripka RR melalui pengacaranya, Erman Umar pun membongkar peristiwa menjelang penembakan Brigadir J.
Kini Bripka RR mempertimbangkan untuk menjadi justice collaborator seperti Bharada E.
Bripka RR dinyatakan jujur oleh poligraf. Artinya, Bripka RR yakin pada setiap apa yang keluar dari mulutnya ketika pemeriksaan berlangsung.
Terkait penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo, Bripka RR mengaku mengetahui bahwa pada saat kejadian Sambo turut menggenggam pistol.
Namun, dia tak tahu apakah Sambo melesatkan tembakan pada Yoshua atau tidak, sebab dirinya berdiri di belakang Richard Eliezer (Bharada E).
Posisi tersebut membuat penglihatannya terhalang tubuh Richard.
Melalui Erman, Bripka RR hanya mengaku melihat Sambo menembakkan peluru ke dinding untuk melancarkan skenario awalnya.
Bahkan, Bripka RR juga mengungkap tindakan Ferdy Sambo tanpa terendus publik.
Pengacara Ricky Rizal, Erman Umar menyebut mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah melakukan langkah-langkah aktif pasca insiden berdarah Duren Tiga itu.
Salah satu langkahnya dengan meminta bawahannya berkumpul di Provost.
Salah satu tujuan berkumpul itu adalah membuat skenario dan langkah taktis untuk memuluskan setingan awal.
Menurut Erman, Sambo mengajak berkumpul untuk memuluskan skenario agar pembunuhan Brigadir J tidak terendus dan faktanya dikaburkan.
"Dikumpulkan di situ (Provost) mungkin Sambo yang berperan di situ. Saya tidak ingat betul karena saya tidak baca lengkap," jelas Erman kepada wartawan, Selasa 13 September 2022.
Sayangnya, Erman tidak menyebutkan satu per satu siapa saja yang berkumpul di Provost. Pastinya mereka merupakan loyalis atau bawahannya dalam rangka membuat skenario awal.
"Pertemuannya malam hari, Sambo mengatur semua. Tepatnya setelah penembakan. Ya jelas ada yang membantu, mungkin obstruction of justice," kata Erman.
Fakta-fakta dalam BAP Bripka Ricky Rizal setidaknya sinkron dengan apa yang disampaikan oleh Bharada E atau Bharada Eliezer sebelumnya.
Dari keterangan Bripka RR, kata Erman, kliennya sama sekali tidak melihat adanya dugaan pelecehan atau kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi yang diduga menjadi motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Jadi menurut RR, kejadian di Magelang tidak seperti yang dibayangkan. Dia tidak melihat dan tidak tahu adanya pelecehan ke Ibu," papar Erman.
Sementara itu, dikutip dari PMJNews Bharada E menyebut bahwa Ferdy Sambo ikut menembak, di mana dalam keterangan awal menyebutkan Ferdy Sambo tidak ikut dalam penembakan Brigadir J.
Bharada E melalui pengacaranya, Ronny Talapessy menyampaikan hal yang membuat kliennya dinyatakan jujur dalam uji lie detector.
"Lie detector yang ditanyakan ke klien saya terkait dengan peristiwa di Duren Tiga," ujar Ronny Talapessy saat dihubungi, Sabtu 10 September 2022.
Ronny mengungkapkan, salah satu poin yang ditanyakan yakni siapa yang menembak Brigadir J dalam peristiwa yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga.
Dilanjutkan Ronny, Bharada E mengakui kalau dirinya yang menembak Brigadir J pertama dan Ferdy Sambo yang menembak terakhir.
Dilanjutkan Ronny, Bharada E mengakui kalau dirinya yang menembak Brigadir J pertama dan Ferdy Sambo yang menembak terakhir.
“Salah satu poin krusial adalah siapa saja yang menembak (Brigadir) J. Klien saya menjawab ‘Saya pertama dan FS yang menembak terakhir’,” jelas Ronny.
Ferdy Sambo mempunyai masalah kejiwaan hingga melakukan pembunuhan kepada Nofriyansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dugaan tersebut disampaikan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik.
Dikutip dari Vox Timor, menurut Ketua Komnas HAM, pihaknya menduga bahwa Ferdy Sambo mempunyai masalah kejiwaan hingga melakukan pembunuhan kepada Nofriyansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Masalah kejiwaan yang dimaksud adalah adanya sifat superpower yang dimiliki Ferdy Sambo karena mempunyai jabatan sebagai Kadiv Propam Polri dan juga Ketua Satgasus Merah Putih.
“Bisa jadi psikopat, tapi ini bisa karena superpower itu. Dia bisa ngeyakinin dirinya, siapa yang bisa bongkar kejahatan saya, saya bisa suruh-suruh ini semua,” kata Taufan saat diwawancara langsung di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa 13 September 2022 sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.
Adanya sifat superpower dari Ferdy Sambo ini membuatnya jumawa hingga bisa melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Masalah kejiwaannya ini membuat Ferdy Sambo ingin membunuh langsung sang korban.
“Bisa jadi ada kebencian kalau tidak dihabisi langsung. Karena dia merasa superpower,” ujarnya.
Dugaan Taufan ini merujuk kedudukan Ferdy Sambo yang semestinya dengan mudah bisa membunuh orang.
Dengan jabatan yang dimilikinya, Ferdy tentu bisa mengutus anak buahnya membunuh Yosua tanpa mengotori tangannya.
Namun pada kejadian ini, Sambo justru diduga ingin membunuh Yosua secara langsung.
“Sambo ini semestinya bisa dengan mudah menculik Yosua lalu dibawa ke Depok terus dibunuh ditabrakin truk gitu kan bisa. Ngapain dia sampai susah-susah bunuh Yosua sendiri apalagi di rumah dinasnya sendiri lagi. Ini yang aneh menurut saya,” kata Taufan.
Dugaan Taufan semakin kuat ditambah dengan kesaksiannya yang melihat Ferdy Sambo cukup tenang menghadapi pembunuhan ini.
“Maka kita bilang extra judicial killing. Maka kita bilang dengan kekuasaannya dia itu dia bisa membunuh orang dengan semena-mena karena dia yakin tidak ada orang yang bisa bongkar itu. Gak ada yang berani bongkar itu. Tenang loh dia, tanggal 8 kejadian, 11 sore baru diumumkan diatur semua sama dia,” ujarnya.
Dugaan munculnya penyakit kejiwaan ini juga berdasar pada Ferdy Sambo yang terlihat bisa menjadi garang namun suatu waktu bisa menangis.
“Waktu ngobrol sama saya itu dia nangis-nangis gitu. Tapi coba kamu lihat pada saat rekonstruksi kejadian itu, dia terlihat bengis,” kata Taufan.
Secara psikologi, menurut Taufan Sambo itu merasa kalau melakukan pelanggaran hukum itu dia bakal gak bisa kena. Karena dia superpower bahkan superpower dari Kapolri.
“Logikanya untuk membunuh kan pasti punya cara untuk menghilangkan jejak. Dia kan seharusnya bisa nyuruh orang untuk membunuh Yosua, tapi ini nggak ini orang ingin melihat langsung pembunuhan itu. Ini terbuktikan sudah berhari-hari susah sekali untuk menjerat dia?” ujarnya.***