Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Telat Bangun Pangkalan Militer Natuna Utara untuk Lawan China, Hasil Kerja Cerdas Indonesia Buat Terkesima

 


Setelah Perang Dingin, pembangunan pangkalan militer dianggap sebagai strategi yang telah usang.

Anggapan itu muncul karena setelah Perang Dingin, dunia mengalami periode perdamaian dan stabilitas antar-negara yang sangat luar biasa.

Maka tak heran, satu setengah dekade setelah Perang Dingin, banyak pangkalan militer yang dikonsolidasikan, diperkecil, atau ditutup seluruhnya.

Yang paling menonjol, Amerika Serikat (AS) mengosongkan dua pangkalan militer luar negeri terbesarnya di Filipina dan secara bertahap mengurangi jejak militer di Korea Selatan.

Setelah penutupan besar-besaran pangkalan militerAmerika Serikat mengklaim akan mengganti atau menebus kehadirannya lewat cara yang lain seperti penggunaan teknologi jarak jauh yang lebih canggih.

Ditinggal pergi Amerika Serikat, sebuah fenomena di akhir 2000-an muncul.

Pangkalan militer kembali populer dan semua itu berkat China.

China kembali mengajarkan arti penting pembangunan pangkalan militer sebagai manifestasi strategi nasional.

Secara politis, pangkalan militer menunjukkan tingkat komitmen nasional dan menghalangi musuh potensial dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh pengerahan kekuatan yang cepat.

Secara militer, pangkalan militer akan membantu negara dalam memantau bahaya dan mengerahkan kekuatan.

Negara pertama yang membangun pangkalan militer baru di Asia Pasifik setelah Perang Dingin adalah China.

Dikutip dari FPRI, pangkalan militer pertama yang dibangun China adalah di Teluk Yalong di Pulau Hainan yang berada di tepi utara Laut China Selatan selama akhir 2000-an.

Alasan mendesak pembangunan pangkalan militer tersebut adalah untuk menegaskan klaim kedaulatan China.

Setelahnya, China pun mulai melangkah lebih jauh lagi dengan membangun beberapa pulau buatan kecil bernama Kepulauan Spratly dan Paracel.

China lantas membangun pangkalan militer di dua pulau buatan itu.

Pembangunan yang begitu gigih oleh China kemudian dilihat negara lain.

Negara-negara lain akhirnya mulai tersadar: China melakukan sesuatu yang sangat besar dengan pembangunan pangkalan militer yakni 'bisa melakukan pengawasan sekaligus penegasan klaim kedaulatan wilayah yang hendak disasar".

Tak mau jadi penonton saja karena suatu saat China bisa mengambil wilayah miliknya, negara-negara lain khususnya di Asia Tenggara akhirnya meniru strategi China.

Indonesia Terlambat Dibandingkan Negara Lain di Asia Tenggara

Vietnam adalah negara pertama yang mulai membangun pangkalan militernya karena sudah mulai terusik oleh China.

Pada akhir tahun 2000-an, Vietnam mulai merombak pangkalan Angkatan Laut Cam Ranh Bay.

Kemudian menawarkan penggunaan fasilitas modern pangkalan itu kepada Angkatan Laut Asing seperti India, Jepang, dan Amerika Serikat.

Malaysia menyusul kemudian dengan membangun pangkalan angkatan laut baru untuk dua kapal selam serang diesel-listrik kelas Scorpene di Teluk Sepanggar di Kalimantan, dekat dengan Laut China Selatan pada tahun 2008.

Setengah dekade kemudian, Malaysia kembali membangun pangkalan angkatan laut kedua di Bintulu, juga Kalimantan, untuk memantau kehadiran maritim China yang berkembang di lepas pantainya.

Malaysia bahkan memperluas pangkalan militernya dengan lapangan terbang pada 2022.

Filipina kemudian mulai tergerak untuk memperluasa fasilitas angkatan lautnya di Teluk Oyster di Pulau Palawan, berdekatan dengan Laut China Selatan, pada tahun 2014.

Enam tahun kemudian, Manila memilih lokasi di Teluk Subic di Pulau Luzon untuk pangkalan militer baru yang akan menampung angkatan lautnya yang direvitalisasi.

Yang paling terlambat di kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia dalam pembangunan pangkalan militer.

Baru pada tahun 2014, Indonesia memperluas pangkalan angkatan laut Pontianak di Kalimantan.

Kemudian pada tahun 2021, setelah persiapan yang sangat panjang, Indonesia membangun pangkalan militer baru di Natuna Utara.

Meski Paling Terlambat, Hasil Kerja Keras Indonesia di Natuna Utara Banjir Pujian

Dikutip dari The Defense Post, keseriusan Indonesia membangun pangkalan militer di Natuna Utara tampak pada pertengahan 2021.

Kala itu, Menteri Pertahanan Indonesia menandatangani kontrak dengan perusahaan Italia, Fincantieri, untuk membeli enam fregat multiguna FREMM dan dua fregat kelas Maestrale bekas untuk meningkatkan kemampuan patroli maritim di Natuna Utara.

Posisi TNI AL di Laut Natuna Utara sangat tegas dalam melindungi kepentingan nasional di wilayah hukum Indonesia sesuai dengan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi," kata Komandan Armada Barat Angkatan Laut Indonesia tahun 2021, Arsyad Abdullah, memberi penegasan seperti dikutip dari Reuters.

Penegasan beserta rencana pembangunan pangkalan militer di Natuna Utara tahun lalu dipancing juga oleh ketegangan yang memanas ketika China dilaporkan meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di rig lepas pantai.

Diminta oleh China hal seperti itu, Indonesia dengan tegas menjawab tidak akan menghentikan pengeboran karena itu hak berdaulat Ibu Pertiwi.

Rencana pembangunan pangkalan militer di Natuna Utara kemudian terus direalisasikan.

Sampai akhirnya, pembangunan itu dipuji oleh salah satu analis pertahanan utama di Penerbitan Milter Janes, Ridzwan Rahmat.